Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan
fisik (mekanik) maupun pelapukan kimia.
Pelapukan mekanik (fisik) merupakan proses pelapukan yang terjadi secara
mekanik atau melalui proses fisika. Pelapukan mekanik hanya mengubah
bentuk atau wujud bendanya saja, sedangkan susunan kimia batuan tersebut
tidak berubah. Proses pelapukan disebabkan oleh perubahan suhu yang
terus menerus. Setiap batuan tersusun atas mineral atau unsure-unsur
yang berbeda. Oleh karena itu setiap batuan mengalami pelapukan yang
berbeda-beda.
Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat peristiwa kimia.
Biasanya yang menjadi perantara air, terutama air hujan. Tentunya Anda
masih ingat bahwa air hujan atau air tanah selain senyawa H2O, juga
mengandung CO2 dari udara. Oleh karena itu mengandung tenaga untuk
melarutkan yang besar, apalagi jika air itu mengenai batuan kapur atau
karst.
Dari proses pelapukan ini, batuan akan
menjadi lunak dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk
belum dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai bahan tanah (regolith)
karena masih menunjukkan struktur batuan induk. Proses pelapukan terus
berlangsung hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah.
Nah, proses pelapukan ini menjadi awal terbentuknya tanah.
Pembentukan tanah di bagi menjadi empat tahap:
Tahap I : Pada tahap ini permukaan batuan yang tersingkap di
permukaan akan berinteraksi secara langsung dengan atmosfer dan
hidrosfer. Keadaan ini akan menyebabkan permukan batuan ada pada kondisi
yang tidak stabil. Pada keadaan ini lingkungan memberikan pengaruh
berupa perubahan – perubahan kodisi fisik seperti pendinginan, pelepasan
tekanan, pengembangan akibat panas (pemuaian), juga kontraksi
(biasanmya akibat pembekuan air pada pori – pori batuan membentuk es),
yang menyebabkan terjadinya pelapukan secara fisik (disintegrasi).
Pelapukan fisik ini membentuk rekahan – rekahan pada permukaan batuan
(Cracking) yang lama kelamaan menyebabkan permukaan batuan terpecah –
pecah membentuk material lepas yang lebih kecil dan lebih halus.
Kemudian selain itu, akibat berinteraksinya permukan batuan dengan
lapisan atmosfer dan hidrosfer juga akan memicu terjadinya pelapukan
kimiawi (Dekomposisi) diantaranya proses oksidasi, hidrasi, hidrolisis,
pelarutan dan lain sebagainya. Menjadikan permukaan batuan lapuk, dengan
merubah struktur dan komposisi kimiawi material batuannya. Membentuk
material yang lebih lunak dan lebih kecil (terurai) dibanding keadaan
sebelumnya, seperti mineral – mineral lempung.
Tahap II : Pada tahap ini, setelah mengalami pelapukan bagian
permukaan batuan yang lapuk akan menjadi lebih lunak. Kemudian rekahan –
rekahan yang terbentuk pada batuan akan menjadi jalur masuknya air dan
sirkulasi udara. Sehingga dengan proses – proses yang sama, terjadilah
pelapukan pada lapisan batuan yang lebih dalam. Selain itu, Pada tahap
ini di lapisan permukaan batuan mulai terdapat calon makhluk hidup
(Organic Matter).
Tahap III : Pada tahap ini, di lapisan tanah bagian atas mulai muncul
tumbuh – tumbuhan perintis. Akar tumbuhan ini membentuk rekahan pada
lapisan – lapisan batuan yang ditumbuhinya (mulai terjadi pelapukan
Biologis). Sehingga rekahan ini menjadi celah/ jalan untuk masuknya air
dan sirkulasi udara.
Selain itu, dengan kehadiran tumbuhan, material sisa tumbuhan yang
mati akan membusuk membentuk humus (akumulasi asam organik). Pada
dasarnya humus memiliki sifat keasaman. Proses pelapukan akan dipicu
salah satunya oleh adanya faktor keasaman. Sehingga dengan hadirnya
humus akan mempercepat terjadinya proses pelapukan. Pembentukan larutan
asam pun terjadi pada akar-akar tanaman. Akar tanaman menjadi tempat
respirasi (pertukaran antara O2 dan CO2) serta traspirasi (sirkulasi
air).
Air yang terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah akan membawa asam humus
yang ada di lapisan atas melalui rekahan – rekahan yang ada. Menjangkau
lapisan batuan yang lebih dalam. Ini semua akan menyebabkan
meningkatnya keasaman pada tanah yang kemudian akan memicu terjadinya
pelapukan pada bagian-bagian tanah serta batuan yang lebih dalam.
Membentuk lapisan – lapisan tanah yang lebih tebal.
Dengan semakin tebalnya lapisan-lapisan tanah, air yang tefiltrasi
ke dalam lapisan tanah dapat melakukan proses pencucian(leaching)
terhadap lapisan-lapisan yang dilaluinya. Sehingga tahapan ini merupakan
awal terbetuknya horizon-horozon tanah.
Tahap IV : Pada tahap ini, tanah telah menjadi lebih subur. Sehingga
tumbuhlah tumbuhan – tumbuhan yang lebih besar. Dengan hadirnya tumbuhan
yang lebih besar, menyebabkan akar – akar tanaman menjangkau lapisan
batuan yang lebih dalam. Sehingga terbentuk rekahan pada lapisan batuan
yang lebih dalam. Pada tahapan ini lapisan humus dan akumulasi asam
organik lainnya semakin meningkat. Seperti proses yang dijelaskan pada
tahap – tahap sebelumnya, keadaan ini mempercepat terjadinya proses
pelapukan yang terjadi pada lapisan batuan yang lebih dalam lagi.
Kemudian pada tahap ini juga terjadi proses pencucian yang intensif.
Air yang ter-infiltrasi(meresap) ke dalam lapisan – lapisan tanah
membawa mineral – mineral yang ada di lapisan atas dan mengendapkannya
pada lapisan – lapisan dibawahnya. Sehingga terbentuklah akumulasi
mineral – mineral tertentu pada lapisan – lapisan tanah tertentu
membentuk horizon tanah. Horizon – horizon tanah ini mengandung
komposisi unsur serta karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya.
Daftar Pustaka:
http://duniainspirasiku.wordpress.com/2012/09/10/proses-pembentukan-tanah/
http://mifta600058.wordpress.com/2013/01/05/macam-macam-pelapukan-4/
Selasa, 29 April 2014
HORIZON TANAH
Tanah Horizons (lapisan): Tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal,
pada lapisan yang disebut horizons. Mereka mulai dari kaya, organik
lapisan atas (humus dan tanah) ke lapisan yang rocky (lapisan tanah
sebelah bawah, dan regolith bedrock).
• O Horizon – Bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri dari humus daun dan alas (decomposed masalah organik).
• A Horizon – juga disebut lapisan tanah, yang ditemui di bawah cakrawala O dan E di atas cakrawala. Bibit akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam lapisan warna gelap. Itu terdiri dari humus (decomposed masalah organik) dicampur dengan partikel mineral.
• E Horizon – Ini eluviation (leaching) adalah lapisan warna terang dalam hal ini adalah lapisan bawah dan di atas A Horizon B Horizon. Hal ini terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah (dalam proses eluviation).
• B Horizon – juga disebut lapisan tanah sebelah bawah – ini adalah lapisan bawah dan di atas E Horizon C Horizon. Mengandung tanah liat dan mineral deposit (seperti besi, aluminium oxides, dan calcium carbonate) yang diterima dari lapisan di atasnya ketika mineralized bertitisan air dari tanah di atas.
• C Horizon – juga disebut regolith: di lapisan bawah dan di atas Horizon B R Horizon. Terdiri dari sedikit rusak bedrock-up. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini.
• R Horizon – The unweathered batuan (bedrock) yang lapisan bawah semua lapisan lainnya.
Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil, menurut Dokuchaev: tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi.
Kata ”tanah” seperti banyak kata umum lainnya, mempunyai beberapa pengertian. Dalam pengertian tradisional tanah adalah medium alami untuk pertumbuhan tanaman daratan, tanpa memperhitungkan tanah tersebut mempunyai horizon yang keliatan atau tidak. Pengertian ini masih merupakan arti yang paling umum dari kata tersebut, dan perhatian yang terbesar pada tanah terpusat pada pengertian ini. Orang menganggaptanah adalah penting, oleh karena tanah mendukung kehidupan tanam-tanaman yang memaso pangan, serat, obat-obatan, dan berbagai keperluan lain manusia, juga karena mampu menyaring air serta mendaur ulang limbah. Tanah menutupi permukaan bumi sebagai lapisan yang sambung menyambung, terkecuali pada batuan tandus, pada wilayah yang terus menerus membeku, atau tertutup air dalam, atau pada lapisan es terbuka suatu glester. Dalam pengertian ini, tanah memiliki suatu ketebalan yang ditentukan oleh kedalaman akar tanaman.
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff, 1999).
Schoeder (1972) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman. gambar di bawah adalah gambar faktor pembentuk tanah.
Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari Amerika Serikat, Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya. Ada tiga hal penting yang dari definisi ini:
• Tanah itu terbentuk dan berkembang dari proses-proses alami
• Adanya diferensiasi profil tanah membentuk horizon-horizon
• Terdapat perbedaan yang menyolok antara sifat-sifat bahan induk dengan horizon-horizon tanah yang terbentuk terutama dalam hal morfologi, kimiafi, fisik dam biologinya.
Darmawijaya (1990) mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Batas atas dari tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup, taua bahan tumbuhan yang belum mulai terlapuk. Wilayah yang diannggap tidak mempunyai tanah, apabila permukaan secara permanen tertutup oleh air yang terlalui dalam (secara tipikal lebih dari 2.5 m) untuk pertumbuhan tanam-tanaman berakar. Batas horizontal tanah adalah wilayah dimana tanah berangsur beralih kedalam, area-area tandus, batuan atau es
Batas bawah yang memisahkan dari bahan bukan tanah yang terletak dibawahnya, adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah tersusun dari horizon-horizon dekat permukaan bumi yang berbeda kontras tehadap bahan induk di bawahnya, telah mengalamiperubahan interaksi antara iklim, relief dan jasad hidup selama waktu pembentukannya.
Daftar Pustaka:
http://retnoristia.wordpress.com/2010/10/22/horizon-tanah/
http://geografiupi2010.blogspot.com/2012/10/horizon-tanah-adalah-irisan-vertikal.html
• O Horizon – Bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri dari humus daun dan alas (decomposed masalah organik).
• A Horizon – juga disebut lapisan tanah, yang ditemui di bawah cakrawala O dan E di atas cakrawala. Bibit akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam lapisan warna gelap. Itu terdiri dari humus (decomposed masalah organik) dicampur dengan partikel mineral.
• E Horizon – Ini eluviation (leaching) adalah lapisan warna terang dalam hal ini adalah lapisan bawah dan di atas A Horizon B Horizon. Hal ini terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah (dalam proses eluviation).
• B Horizon – juga disebut lapisan tanah sebelah bawah – ini adalah lapisan bawah dan di atas E Horizon C Horizon. Mengandung tanah liat dan mineral deposit (seperti besi, aluminium oxides, dan calcium carbonate) yang diterima dari lapisan di atasnya ketika mineralized bertitisan air dari tanah di atas.
• C Horizon – juga disebut regolith: di lapisan bawah dan di atas Horizon B R Horizon. Terdiri dari sedikit rusak bedrock-up. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini.
• R Horizon – The unweathered batuan (bedrock) yang lapisan bawah semua lapisan lainnya.
Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil, menurut Dokuchaev: tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi.
Kata ”tanah” seperti banyak kata umum lainnya, mempunyai beberapa pengertian. Dalam pengertian tradisional tanah adalah medium alami untuk pertumbuhan tanaman daratan, tanpa memperhitungkan tanah tersebut mempunyai horizon yang keliatan atau tidak. Pengertian ini masih merupakan arti yang paling umum dari kata tersebut, dan perhatian yang terbesar pada tanah terpusat pada pengertian ini. Orang menganggaptanah adalah penting, oleh karena tanah mendukung kehidupan tanam-tanaman yang memaso pangan, serat, obat-obatan, dan berbagai keperluan lain manusia, juga karena mampu menyaring air serta mendaur ulang limbah. Tanah menutupi permukaan bumi sebagai lapisan yang sambung menyambung, terkecuali pada batuan tandus, pada wilayah yang terus menerus membeku, atau tertutup air dalam, atau pada lapisan es terbuka suatu glester. Dalam pengertian ini, tanah memiliki suatu ketebalan yang ditentukan oleh kedalaman akar tanaman.
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff, 1999).
Schoeder (1972) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman. gambar di bawah adalah gambar faktor pembentuk tanah.
Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari Amerika Serikat, Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya. Ada tiga hal penting yang dari definisi ini:
• Tanah itu terbentuk dan berkembang dari proses-proses alami
• Adanya diferensiasi profil tanah membentuk horizon-horizon
• Terdapat perbedaan yang menyolok antara sifat-sifat bahan induk dengan horizon-horizon tanah yang terbentuk terutama dalam hal morfologi, kimiafi, fisik dam biologinya.
Darmawijaya (1990) mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Batas atas dari tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup, taua bahan tumbuhan yang belum mulai terlapuk. Wilayah yang diannggap tidak mempunyai tanah, apabila permukaan secara permanen tertutup oleh air yang terlalui dalam (secara tipikal lebih dari 2.5 m) untuk pertumbuhan tanam-tanaman berakar. Batas horizontal tanah adalah wilayah dimana tanah berangsur beralih kedalam, area-area tandus, batuan atau es
Batas bawah yang memisahkan dari bahan bukan tanah yang terletak dibawahnya, adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah tersusun dari horizon-horizon dekat permukaan bumi yang berbeda kontras tehadap bahan induk di bawahnya, telah mengalamiperubahan interaksi antara iklim, relief dan jasad hidup selama waktu pembentukannya.
Foto Horizon Tanah
. | ||||
Tanah yang tersusun dari beberapa lapisan, dari foto tersebut nampak lapisan organik, yang masih ditumbuhi rerumputan. |
Horizon tanah yang terlihat secara keseluruhan, dalam foto ini nampak Horizon O, Horizon A, Horizon B, dan Horizon C. |
Tanah yang ditumbuhi rerumputan, dalam foto tersebut masih nampak batuan induknya atau horizon C.
Daftar Pustaka:
http://retnoristia.wordpress.com/2010/10/22/horizon-tanah/
http://geografiupi2010.blogspot.com/2012/10/horizon-tanah-adalah-irisan-vertikal.html
FAKTOR DAN PEMBENTUKAN TANAH
Faktor Pembentukan Tanah
Tanah
merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri
dari lapisan-lapisan atau horizon yang berkembang secara baik. Proses
pembentukan tanah, dapat dilihat sebagai adanya penambahan dan pengurangan,
perubahan atau translokasi.
Tanah
dibentuk dibawah kendali factor-faktor lingkungan. Menurut Jenny (19941) dalam
Tejoyuwono (1994: 15), menyatakan bahwa factor pembentuk tanah bukan sebab atau
kakas (force), melainkan penentu keadaan dari riwayat sekelompok sifat tanah.
Di sebutkan pula ada 5 faktor pembentuk tanah, yaitu:
1. Iklim
2. Organism
3. Bahan
induk tanah
4. Topografi,
dan
5. Waktu
teori
ini dapat disajikan dalam bnetuk rumusan matematika umum berupa persamaan
factorial-fungsional (Tejoyuwono, 1994: 15) yaitu
|
i =
iklim
o =
organisme
bi =bahan induk
t =
topografi
w = waktu
daan masing-masing
factor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, kesemuanya dapat menjadi
factor yang dominan dan keempat lainnya menjadi factor pendamping atau suatu pola agihan tanah ditentukan oleh suatu
factor yang berbeda dan keempat factor lainnya sama yang disebut banjar
(sequence).
Dengan konsep tanah sebagai
system energy dan merupakan system terbuka, maka factor-faktor pembentuk tanah
dapat ditafsirkan bahwa:
Bahan induk tanah => tingkat awal
Iklim =>
masukan energy dan bahan
Organisme =>
membentuk ekosistem dengan tanah; saling tidak baik sebagian atau seluruh
keluaran menjadi masukan kembali dan sisa keluaran menlonggok
Timbulan (topografi) => factor terpentik dalam
membentuk katena tanah
Waktu =>
menentukan laju perubahan total, gejala tanah bersifat stokastik (probabilistic)
Pembentukan Tanah (Pedogenesis)
Pedogenesis
(Pembentukan Tanah) mencakup dua tahapan menyambung, tahapan-tahapan tersebut
adalah:
1. Pembentukan
tanah dalam arti kata pengubahan bahan induk tanah menjadi bahan tanah.
2. Perkembangan
tanah dalam arti kata penyusunan bahan tanah menjadi tubuh tanah dengan
organisasi dan morfologi tertentu. Tahapan kedua inilah yang sering disebut
morfogenesis.
Perbedaan
pokok yang ada pada kedua tahapan tersebut adalah pada tahapan pertama hanya
terjadi pengubahan bahan-bahan serbasama secara ruang (spatially homogeneous alteration), sedang pada tahapan kedua yang
menjadi kajian pokok ialah alih tempat bahan yang membuat tubuh tanah
tersegregasi menjadi berbagai bagian yang beragam. Oleh karena segregasi
tersebut biasanya menghasilkan perlapisan yang berkedudukan kurang lebih
sejajar dengan permukaan tanah, peristiwa itu disebut hoorisonisasi. Bahan
tanah yang bersifat serbasama secara ruang yang dihasilkan tahapan pertama
disebut bentuk isotrop, karena horisonisasi maka tubuh tanah disebut anisotrop.
Dalam
perkembangan tanah, di samping peristiwa horisonisasi ada pula peristiwa
haploidisasi, yaitu merupakan lawan dari horisonisasi yaitu pencegahan atau
penghambbatan horisonisasi, campur atau perusakan terhadap horizon yang ada.
Horisonisasi dan haploidisasi bisa saling tumang tindih, tergantung kepada
factor lingkungan pembentuk tanah. Dilihat dari segi morfogenesa, horisonisasi
merupakan kejadian progresif, penyederhanaan profil tanah. Keduanya dinamakan
proses perkembangan tanah makro, dan digerakkan oleh sejumlah proses
perkembangan tanah mikro.
Ada
beberapa perkembangan proses tanah mikro, yang terpenting (Tejoyuwono, 1994:
6), adalah sebagai berikut:
1. Memasuk
campurkan (incorporate) bahan organic
kedalam tubuh tanah mineral lewat permukaan tanah yang membentuk hrison A.
2. Euviasi
lempung, Fe dan atau A1 membentuk horiso E.
3. Illuviasi
lempung, humus, Fe dan atau A1 yang membentuk horiso B.
4. Pelindian
garam dan silica yang melonggokan secara residual seskuioksida (R2O3)
dan membbentuk horizon oksidi
5. Antieluviasi
yang melonggokkan garam-garam dan membentuk horizon salik (garam netral) atau
natrik ( garam basa)
6. Gleisiasi
yang membentuk horizon G dan menurut kejadiannya terpilahkan menjadi 3 jenis,
yaitu otoglei (perambihan internal drainase buruk), stagnoglei (pengendapan),
dan hidroglei (air tanah dangkal).
7. Pedoturbasi
yang membaurkan horizon dan menurut kejadiannya terpilahkan menjadi 3 jenis,
yaitu secara mekanik ( perilaku fraksi lempung), karena kegiatan flora, fauna,
dan manusia.
8. Penghambat
horisonisasi karena suhu beku, atau karena kelengkapan ketersediaan air
perkolasi atau keterbatasan jangkauannya.
Dari
beberapa proses mikro, maka berikut ini disajikan profil tanah hasil proses
mikro
Ringkasan
dari berbagai proses mikro yang berlangsung dalam morfogenesis
Ringkasan
berbagai proses mikro yang berlangsung dalam morfogenesis Lempung
aluminosillikat dialih tempatkan dengan salah satu cara (tejoyuono, 1994: 8)
yaitu:
1. Unsur-unsur
yang terbentuk dalam bagian atas profil tanah, bergerak ke bawah dengan air
perlokasi dalam bentuk larutan, kemudian membentuk lempung dan mengendap
dibagian bawah profil tanah;
2. Lempung
utuh terbentuk dibagian atas profil
tanah, bergerak kebawah dengan air perkolasi dalam bentuk suspense, kemudian
mengendap dibagian bawah profil tanah karena penjonjotan, terperangkap dalam
pori tanah, atau terhenti pada batas atas jangkauan perkolasi.
Kejadian
epimorfik dikendalikan oleh fktor-faktor lingkungan, khususnya iklim dan vegetasi
yang berasosiasi dengan iklim. Karena berkenaan dengan kegiatan iklim (weathering). Padanan istilah Indonesia yang pernah
dilontarkan ialah hancuran iklim (wirjodihardjo, 1964 dama tejoyuwono, 1994: 8)
yang saat ini disebut pelapukan. Pelapukan dapat dicerapi sebagai suatu
perubahan yang dijalani suatu benda atau bahan untuk mengadaptasikan pada
keadaan lingkungan baru yang dihadapi. Berdasarkan cerapan ini, maka suatu bend
atau bahan yang terbentuk dalam keadaan lingkungan yang berbeda lebih jauh
dengan lingkungan permukaan bumi akan melapuk lebih intensif dan mengalami
perubahan lebih mendalam. Mineral yang paling dulu terbentuk dalam proses
diferensiasi magma, berarti terbentuk dalam lingkungan suhu tinggi dan tekanan
besar, akan melapuk lebih lama dibandingkan dengan mineral atau batuan yang
terbentuk belakangan dalam lingkungan suhu rendah dan tekanan yang kecil yang
tidak terlalu jauh berneda dengan yang ada dalam lingkungan permukaan bumi.
Laju pelapukan batuan dan mineral juga ditentukan oleh keterlarutan
unsure-unsur kimia penyusunnya. Makin mudah unsure-unsur terlarukan, berarti makin
mudah terbebaskan, batuan dan mineral makin mudah lapuk.
Daftar
Pustaka:
- Rafi’i,
Suryatna. 1985. Ilmu Tanah. Bandung:
Penerbit Angkasa Bandung
- Sugiyanta, I
Gede. 2007. Geografi Tanah. Lampung:
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
GEOGRAFI TANAH DAN RUANG LINGKUP NYA
Pengertian
dan definisi geografi tanah menurut Tejoyuwono (1994:1) adalah mempelajari
agihan jenis tanah di muka daratan dan faktor-faktor yang menentukan agihan
tersebut. Selanjutnya di jelaskan pula bahwa agihan jenis tanah membentuk suatu
bentangan atau mosaik tanah yang disebut dengan pedosfer. Tiap-tiap wilayah
memiliki mosaic tanah sendiri-sendiri karena perbedaan factor-faktor
penentunya. Suatu citra tanah menceritakan bentangtanah (soilscape) yang
menjadi salah satu cirri fisik wilayah. Maka bentangtanah menjadi anasir
bentanglahan (landscape). Pemilihan jenis tanah yang membentuk mosaic tanah
dikerjakan dengan klasifikasi tanah. Mosaic tanah sebagai fakta kewilayahan
diungkapkan dalam kartografi tanah.
Kata
“geografi” dalam istilah geografi tanah digunakann untuk memberikan konteks
pada system atau metode telaah, tidak dikonotasikan sebagai ilmu. Jadi geografi
tanah ialah ilmu tanah yang menelaah tanah menurut sudut pandang geografi.
Geografi sebagai konteks mengimplikasikan bahwa pembicaraan mata telaah (subject matter) menempatkan segala
gejala yang tersidik dalam matra ruang atau space
dimension. Bentangtanah sebagai suatu ciri fisik wilayah mengimlikasikan
potensinya sebagai sumberdaya wilayah yang bersangkutan. Potensi sumberdaya
selanjutnya menyediakan kriterium tataguna tanah (Tejoyuwono, 1994:1).
Lebih
lanjut dikemukakan bahwa geografi tanah dipelajari lewat pemahaman
unsure-unsurnya, yang meliputi:
a. Tanah
sebagai gejala bentanglahan; bentangtanah; pedosfer
b. Pelapukan;
pembentukan tanah
c. Ragam
dan harkat tanah dalam konsep rangkaian kausal factor, proses dan reaksi,
sifat, dan fungsi.
d. Klasifiksi
tanah kartografi tanah
e. Agihan
regional tanah;sumberdaya tanah
f. Inventarisasi
tanah; system informasi tanah.
Pendapat
lain yang mengemukakan definisi geografi tanah adalah ilmu yang mempelajari
tentang tanah, meliputi sifat-sifat fisik, genesisi, penyebaran, dan
aplikasinya terhadap kehidupan manusia (Jamulya dan Suratman, 1983:3). Dan Geografi tanah yaitu cabang ilmu geografi
yang mengkaji persebaran satuan-satuan tanah di permukaan bumi, sifat dan
karakteristik satuan-satuan tanah yang menyelimuti permukaan bumi, dan
pemanfaatan tanah untuk kehidupan (Sartohadi Dkk., 2007:4). Geografi tanah
memerlukan ilmu-ilmu pendukung lain baik dalam kelompok ilmu pasti alam
(fisika, kimia, biologi, matematika) maupun ilmu terapan yang berkaitan dengan
pemanfaatan tanah untuk memahami perwatakan tanah dan hubungannya dengan
pemanfaatan tanah untuk kehidupan. Kajian geografi tanah kental dengan analisis
perkembangan tanah dari waktu ke waktu, selain itu juga analisis keruangan
berupa persebaran satuan-satuan tanah didalam ruang.
Tujuan
geografi tanah adalah untuk mencatat (record) dan menjelaskan genesis,
perkembangan, sifat-sifat dan agihan tanah-tanah pada permukaan bumi yang
diwujudkan dalam peta tanah. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode survey
tanah, yang pada garis besarnya menggunakan metode:
a. Hampiran
geografi dengan pendekatan fisiografi atau bentuklahan (landform),
Sugiyanta, I
Gede. 2007. Geografi Tanah. Lampung:
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Sartohadi,
Junun, Jamulya, Dewi, N Sari. 2007. Pengantar
Geografi Tanah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
LAHAN
Pengertian Lahan
Pengrtian
lahan (land) adalah permukaan daratan dengan kekayaan benda-benda padat, cair,
dan bahkan benda gas (Suryatna, 1985: 9). Kemudian (karmono, 1985 dalam
Haryoko, 1996:13) memberikan pengertian lahan adalah suatu daerah di permukaan
bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi,
geomorfologi, atmosfir, tanah, dan struktur bentuklahan dan proses, jenis
tanah, tata air, dan vegetasi/ tumbuhan.
Jadi
dalam pengertian lahan terbayang dalam pikiran kita tentang apa yang terkandung
di dalamnya dan bagimana keadaan tanahnya. Dengan demikian lahan adalah ruang
di permukaan bumi dapat sebagai
sumberdaya yang dapat dieksploitasi, dimana dalam pemanfaatannya
hendaknya dilakukan secara benar dengan mempertimbangkan kelestariannya.
Pengertian dan Ciri-ciri Lahan Potensial
Lahan
Potensial adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dalam arti sempit lahan
potensial selalu dikaitkan dengan produksi pertanian, yaitu lahan yang dapat memberikan
hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah.
Tetapi
dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia,
yaitu lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehingga potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut
memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh, suatu
lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk permukiman, pariwisata,
atau kegiatan lainnya.
Ciri-ciri Lahan
Potensial Untuk Pertanian
1.Tingkat Kesuburan Tinggi
Lahan
yang subur adalah lahan dengan tanah yang banyak mengandung mineral untuk
kebutuhan hidup tanaman. Hal ini sangat tergantung pada jenis tanaman yang
diusahakan. Untuk tanaman biji-bijian banyak membutuhkan mineral posfor, untuk
tanaman sayuran membutuhkan mineral zat lemas (N2), dan tanaman umbi-umbian
membutuhkan mineral alkali. Jadi agar lahan dapat berproduksi secara optimal
harus disesuaikan, antara jenis mineral yang dikandung lahan dengan jenis
tanaman yang akan diusahakan.
2.Memiliki
Sifat Fisis yang Baik
Lahan
yang memiliki sifat fisis baik adalah lahan yang daya serap air dan sirkulasi
udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini ditunjukkan oleh tekstur
dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan
dengan ukuran partikel pembentuk tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah
pasir, lanau (debu), dan lempung (tanah liat). Berasarkan ukuran partikel
batuan,
3.Belum Terjadi Erosi
Terjadinya
erosi pada suatu lahan akan menyebabkan berubahnya lahan potensial menjadi
lahan kritis. Lahan yang telah mengalami erosi, tingkat kesuburannya berkurang,
sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan lahan tanah
yang paling atas terkelupas. Sisanya tinggal tanah yang tandus, bahkan sering
merupakan batuan yang keras (padas). Proses erosi yang kuat sering dijumpai di
daerah pantai, akibat abrasi (pengikisan oleh gelombang laut) dan di daerah
pegunungan dengan lereng terjal serta miskin tumbuhan. Erosi di pegunungan
akibat adanya longsor dan soil creep (tanah merayap).
Ciri-ciri lahan potensial untuk permukiman antara
lain:
1.Daya Dukung Tanah Besar
Artinya memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam
ton tiap satu meter kubik. Jadi bila didirikan bangunan di atasnya tidak
amblas.
2.Fluktuasi Air Baik
Artinya memiliki kedalaman air tanah yang sedang.
Fluktuasi air berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, jika air tanahnya dangkal
maka keadaan di atasnya lembab dan jika air tanahnya dalam maka keadaan di
atasnya gersang (kering/tandus).
3.Kandungan Lempung cukup
Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang
kerutnya tanah. Hal ini erat kaitannya dengan pembuatan pondasi,pembangunan
jalan, saluran air, dan sebagainya.
4.Topografi
Topografi yang ideal untuk permukiman adalah yang
kemiringan lahannya antara 0% sampai 3%. Kemiringan merupakan perbandingan
antara jarak vertikal dan jarak horisontal dikali 100%.
Kemiringan lereng 0% berarti tanahnya rata,
dan kemiringan lereng 100% berarti sudut kemiringannya 45% (sangat curam).
Topografi erat kaitannya dengan kenyamanan hunian (tempat tinggal) dan keamanan
dari ancaman bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan sebagainya.
Pengertian dan Ciri-ciri Lahan Kritis
Lahan
Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan
biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis
tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan
untuk mengetahui
kemampuan suatu
lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan
dalam
pemanfaatan lahan tersebut.
Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian
Lahan tidak
subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah yang resiko
ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir).
2.Miskin Humus
Lahan yang
miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian, karena tanahnya
kurang subur. Anda pernah mendengar istilah tanah humus? Tanah Humus adalah
tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk.
Tanah humus dapat dijumpai di daerah yang tumbuhannya lebat, contohnya hutan
primer. Sedangkan lahan yang miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah
yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya
rusak.
Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman
Anda telah
mengetahui ciri-ciri lahan potensial untuk permukiman. Lalu bagaimana dengan
ciri-ciri lahan kritis untuk permukiman?
Ciri-ciri lahan
kritis untuk permukiman adalah kebalikan dari ciri-ciri lahan potensial untuk
pertanian, yaitu:
1) Daya dukung
tanah rendah, artinya tidak mampu menahan beban dalam ton tiap satu meter
kubik. Sehingga bila didirikan bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan
roboh (amblas).
2) Fluktuasi air
tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal atau terlalu dalam. Hal ini
dapat mempengaruhi bangunan dan kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan
tersebut.
3) Topografi
Topografi yang
tidak cocok untuk permukiman adalah yang kemiringannya lebih dari 3%. Karena
topografi dengan kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti
tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan hunian dan
keamanan dari bencana alam tersebut.
Kemiringan
lereng 0% berarti tanahnya rata, dan kemiringan lereng 100% berarti sudut
kemiringannya 45% (sangat curam). Topografi erat kaitannya dengan kenyamanan
hunian (tempat tinggal) dan keamanan dari ancaman bencana alam seperti tanah
longsor, banjir, dan sebagainya.
Penanggulangan Lahan Kritis
Upaya
penanggulangan lahan kritis, antara lain:
1. lahan tanah dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi
pertanian, perkebunan, peternakan, dan usaha lainnya
2. erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan
teras-teras pada lereng bukit
3. usaha perluasan penghijauan tanah dan reboisasi
lahan hutan
4. perlu reklamasi lahan bekas pertambangan
5. perlu adanya usaha ke arah program kali bersih
(prokasih)
6. pengelolaan wilayah terpadu di wilayah lautan dan
daerah aliran sungai
7. perlu tindakan tegas bagi siapa saja yang merusak
lahan yang mengarah ke lahan kritis
8. pengembangan keanekaragaman hayati dan pola
pergiliran tanaman
9. menghilangkan unsur-unsur yang dapat mengganggu kesuburan
lahan pertanian, misalnya plastik. Oleh karena itu, proses daur ulang sangat
diharapkan
10. pemupukan dengan pupuk organik atau alami, yaitu
pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus menerus
11. guna menggemburkan tanah sawah perlu dikembangkan tumbuhan
yang disebut Azolaepinata
12. memanfaatkan tanaman eceng gondok guna menurunkan
zat pencemar yang ada dalam lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap zat
pencemar dan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Namun juga harus hati-hati
karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga mengganggu lahan
pertanian.
Daftar
Pustaka:
- Rafi’i,
Suryatna. 1985. Ilmu Tanah. Bandung:
Penerbit Angkasa Bandung.
- Sugiyanta, I
Gede. 2007. Geografi Tanah. Lampung:
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
- http://warnetalbarokah.blogspot.com/2013/10/contoh-makalah-lahan-potensial-dan.html
Langganan:
Postingan (Atom)