Selasa, 29 April 2014

FAKTOR DAN PEMBENTUKAN TANAH


Faktor Pembentukan Tanah
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon yang berkembang secara baik. Proses pembentukan tanah, dapat dilihat sebagai adanya penambahan dan pengurangan, perubahan atau translokasi.
Tanah dibentuk dibawah kendali factor-faktor lingkungan. Menurut Jenny (19941) dalam Tejoyuwono (1994: 15), menyatakan bahwa factor pembentuk tanah bukan sebab atau kakas (force), melainkan penentu keadaan dari riwayat sekelompok sifat tanah. Di sebutkan pula ada 5 faktor pembentuk tanah, yaitu:
1.      Iklim
2.      Organism
3.      Bahan induk tanah
4.      Topografi, dan
5.      Waktu
teori ini dapat disajikan dalam bnetuk rumusan matematika umum berupa persamaan factorial-fungsional (Tejoyuwono, 1994: 15) yaitu

    S= f (I,o,bi,t,w)
 
                                                            dimana: s = sekelompok sifat tanah
                                                                          i   = iklim
                                                                          o  = organisme
                                                                          bi =bahan induk
                                                                          t   = topografi
                                                                          w = waktu

daan masing-masing factor yang berpengaruh dalam pembentukan tanah, kesemuanya dapat menjadi factor yang dominan dan keempat lainnya menjadi factor pendamping atau  suatu pola agihan tanah ditentukan oleh suatu factor yang berbeda dan keempat factor lainnya sama yang disebut banjar (sequence).

Dengan konsep tanah sebagai system energy dan merupakan system terbuka, maka factor-faktor pembentuk tanah dapat ditafsirkan bahwa:
Bahan induk tanah                  => tingkat awal
Iklim                                        => masukan energy dan bahan
      Organisme                               => membentuk ekosistem dengan tanah; saling tidak baik sebagian atau seluruh keluaran menjadi masukan kembali dan sisa keluaran menlonggok
Timbulan (topografi)               => factor terpentik dalam membentuk katena tanah
Waktu                                     => menentukan laju perubahan total, gejala tanah bersifat stokastik                                                 (probabilistic)


Pembentukan Tanah (Pedogenesis)
Pedogenesis (Pembentukan Tanah) mencakup dua tahapan menyambung, tahapan-tahapan tersebut adalah:
1.      Pembentukan tanah dalam arti kata pengubahan bahan induk tanah menjadi bahan tanah.
2.      Perkembangan tanah dalam arti kata penyusunan bahan tanah menjadi tubuh tanah dengan organisasi dan morfologi tertentu. Tahapan kedua inilah yang sering disebut morfogenesis.
Perbedaan pokok yang ada pada kedua tahapan tersebut adalah pada tahapan pertama hanya terjadi pengubahan bahan-bahan serbasama secara ruang (spatially homogeneous alteration), sedang pada tahapan kedua yang menjadi kajian pokok ialah alih tempat bahan yang membuat tubuh tanah tersegregasi menjadi berbagai bagian yang beragam. Oleh karena segregasi tersebut biasanya menghasilkan perlapisan yang berkedudukan kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah, peristiwa itu disebut hoorisonisasi. Bahan tanah yang bersifat serbasama secara ruang yang dihasilkan tahapan pertama disebut bentuk isotrop, karena horisonisasi maka tubuh tanah disebut anisotrop.
Dalam perkembangan tanah, di samping peristiwa horisonisasi ada pula peristiwa haploidisasi, yaitu merupakan lawan dari horisonisasi yaitu pencegahan atau penghambbatan horisonisasi, campur atau perusakan terhadap horizon yang ada. Horisonisasi dan haploidisasi bisa saling tumang tindih, tergantung kepada factor lingkungan pembentuk tanah. Dilihat dari segi morfogenesa, horisonisasi merupakan kejadian progresif, penyederhanaan profil tanah. Keduanya dinamakan proses perkembangan tanah makro, dan digerakkan oleh sejumlah proses perkembangan tanah mikro.
Ada beberapa perkembangan proses tanah mikro, yang terpenting (Tejoyuwono, 1994: 6), adalah sebagai berikut:
1.      Memasuk campurkan (incorporate) bahan organic kedalam tubuh tanah mineral lewat permukaan tanah yang membentuk hrison A.
2.      Euviasi lempung, Fe dan atau A1 membentuk horiso E.
3.      Illuviasi lempung, humus, Fe dan atau A1 yang membentuk horiso B.
4.      Pelindian garam dan silica yang melonggokan secara residual seskuioksida (R2O3) dan membbentuk horizon oksidi
5.      Antieluviasi yang melonggokkan garam-garam dan membentuk horizon salik (garam netral) atau natrik ( garam basa)
6.      Gleisiasi yang membentuk horizon G dan menurut kejadiannya terpilahkan menjadi 3 jenis, yaitu otoglei (perambihan internal drainase buruk), stagnoglei (pengendapan), dan hidroglei (air tanah dangkal).
7.      Pedoturbasi yang membaurkan horizon dan menurut kejadiannya terpilahkan menjadi 3 jenis, yaitu secara mekanik ( perilaku fraksi lempung), karena kegiatan flora, fauna, dan manusia.
8.      Penghambat horisonisasi karena suhu beku, atau karena kelengkapan ketersediaan air perkolasi atau keterbatasan jangkauannya.

Dari beberapa proses mikro, maka berikut ini disajikan profil tanah hasil proses mikro




Ringkasan dari berbagai proses mikro yang berlangsung dalam morfogenesis



Ringkasan berbagai proses mikro yang berlangsung dalam morfogenesis Lempung aluminosillikat dialih tempatkan dengan salah satu cara (tejoyuono, 1994: 8) yaitu:
1.      Unsur-unsur yang terbentuk dalam bagian atas profil tanah, bergerak ke bawah dengan air perlokasi dalam bentuk larutan, kemudian membentuk lempung dan mengendap dibagian bawah profil tanah;
2.      Lempung utuh terbentuk  dibagian atas profil tanah, bergerak kebawah dengan air perkolasi dalam bentuk suspense, kemudian mengendap dibagian bawah profil tanah karena penjonjotan, terperangkap dalam pori tanah, atau terhenti pada batas atas jangkauan perkolasi.
Kejadian epimorfik dikendalikan oleh fktor-faktor lingkungan, khususnya iklim dan vegetasi yang berasosiasi dengan iklim. Karena berkenaan dengan kegiatan iklim (weathering).  Padanan istilah Indonesia yang pernah dilontarkan ialah hancuran iklim (wirjodihardjo, 1964 dama tejoyuwono, 1994: 8) yang saat ini disebut pelapukan. Pelapukan dapat dicerapi sebagai suatu perubahan yang dijalani suatu benda atau bahan untuk mengadaptasikan pada keadaan lingkungan baru yang dihadapi. Berdasarkan cerapan ini, maka suatu bend atau bahan yang terbentuk dalam keadaan lingkungan yang berbeda lebih jauh dengan lingkungan permukaan bumi akan melapuk lebih intensif dan mengalami perubahan lebih mendalam. Mineral yang paling dulu terbentuk dalam proses diferensiasi magma, berarti terbentuk dalam lingkungan suhu tinggi dan tekanan besar, akan melapuk lebih lama dibandingkan dengan mineral atau batuan yang terbentuk belakangan dalam lingkungan suhu rendah dan tekanan yang kecil yang tidak terlalu jauh berneda dengan yang ada dalam lingkungan permukaan bumi. Laju pelapukan batuan dan mineral juga ditentukan oleh keterlarutan unsure-unsur kimia penyusunnya. Makin mudah unsure-unsur terlarukan, berarti makin mudah terbebaskan, batuan dan mineral makin mudah lapuk.



Daftar Pustaka:

- Rafi’i, Suryatna. 1985. Ilmu Tanah. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung

- Sugiyanta, I Gede. 2007. Geografi Tanah. Lampung: Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar